PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
MAKALAH
guna
memenuhi tugas kelompok Psikologi Pendidikan
Dosen
Pembimbing:
Fuadatul Huroniyah, Sag, M.Si
Disusun
oleh:
Achmad
Fathur Rizqy Al Fian Jamil 084131123
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
JURUSAN
TARBIYAH
Tahun
2014
KATA PENGANTAR
البسم الله الرحمن الرحيم
Asalamualaikum
Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa kabar gembira bagi umat yang bertaqwa.
Makalah
yang berjudul Teori Belajar Behavioristik ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan. Dalam penulisan
makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah berpartisipasi membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
belum sempurna dan banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
untuk pengembangan pengetahuan pada umumnya, dan khususnya mahasiswa penempuh
Psikologi Pendidikan.
Wasalamualaikum
Wr. Wb
Jember,
16 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar
Behavioristik
2.2 Ciri-ciri Teori Behavioristik
2.3 Prinsip-prinsip
Behaviorisme
2.4 Kelompok Teori Behavioristik
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.
Perkembangan
Psikologi dari abad ke-19 sampai abad ke-20, mengalami kemajuan yang pesat,
khususnya dalam Psikologi pendidikan.Banyak teori-teori baru yang muncul dengan
konsep serta metode masing-masing.Para pakar Psikologi pun telah banyak
melakukan riset mengenai belajar anak, seperti Thorndike, Pavlop, Watson dan
Guthrie.Mereka merupakan pelopor dalam teori Behavioristik.Para pelopor teori
Behavioristik ini melekukan eksperimennya dengan menggunakan binatang seperti
tikus dan anjing.Dari eksperimen inilah mereka mengambil kesimpulan mengenai
bagaimana respon apabila ada stimulus. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih
lanjut.
1.2 Rumusan
Masalah.
1. Apakah Teori belajar Behavioristik?
2. Apa sajakah ciri-ciri teori Behavioristik?
3. Bagaimana pula prinsip-prinsip pada Behaviorisme?
4. Apa sajakah teori belajar yang termasuk ke dalam teori
Behavioristik?
1.3 Tujuan
Penulisan.
Makalah ini di tulis dalam rangka:
1.
Menjelaskan
pengertian teori Behavioristik.
2.
Menguraikan
ciri, prinsip serta teori belajar yang termasuk dalam teori Behavioristik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Behavioristik.
Teori belajar
Behavioristik yang dikemukakan oleh para tokoh psikologi Behavioristik, sering
disebut dengan “Contemporary behaviorists” atau biasa juga disebut “S-R
psychologists”.Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran (reward) dan penguatan (reinforcement) dari lingkungan.Dengan
demikian, dalam tingkah laku belajar, terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.[1]Jadi dapat disimpulkan bahwa teori
behavioristik menekankan pada terbentuknya tingkah laku yang nampak sebagai
hasil dari proses belajar.
Psikologi aliran Behavioristik mulai berkembang sejak
lahirnya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thorndike, Pavlov,
Watson, dan Guthrie.Mereka masing-masing telah melakukan penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.Pada mulanya,
pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat didominasi oleh pengaruh dari
Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike disebut “connectionism” karena
belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan
respon.
2.2 Ciri-ciri
Teori Behavioristik.
Menurut Sumadi
Suryabrata teori behavioristik
memiliki cirri-ciri sebagai berikut:[2]
1.
Mementingkan
factor lingkungan.
2.
Mementingkan
bagian-bagian (elemen).
3.
Mengutamakan
mekanisme peranan reaksi.
4.
Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5.
Mementingkan
sebab-sebab di waktu yang lalu.
6.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
7.
Dalam memecahkan
masalah cirri khasnya adalah “trial and error”.
Ciri-ciri
belajar dengan “trial and error” yaitu:
a.
Ada motif
pendorong aktivitas;
b.
Ada berbagai respon
terhadap situasi;
c.
Ada eliminasi
respon-respon yang gagal/salah; dan
d.
Ada kemajuan
reaksi-reaksi mencapai tujuan.
2.3 Prinsip-prinsip
Behaviorisme.
Terdapat
cirri utama yang melekat pada teori-teori yang berbasis pada paradigma
behavioristik, antara lain:[3]
1. Obyek
psikologi adalah tingkah laku, mahzab ini memandang obyek psikologi bukanlah
kesadaran tetapi tingkah laku. Sehingga pengalaman-pengalaman psikis tidak
diteliti, yang diteliti adalah perubahan-perubahan gerakan badaniah yang
observable. Metode yang dipakai dalam pengkajian objek sepenuhnya menerapkan
metode yang dipakai dalam kajian ilmu pengetahuan alam.
2. Semua
bentuk-bentuk tingkah laku dikembalikan pada refleks-refleks. Behaviorisme
menindak lanjuti apa yang telah dirintis psikologi asosiasi yang ingin
menemukan elemen-elemen apa yang mendasari tingkah laku dan ternyata
elemen-elemen tersebut berada pada reflex-refleks atau reaksi yang tidak
disadari terhadap suatu rangsang.
3. Behaviorisme
tidak mengakui adanya potensi bawaan seperti bakat, sifat umum yang menurun.
Sebab pendidikan dan lingkungan memegang kekuasaan penuh terhadap proses
pembentukan perilaku individu.
2.4 Teori
Belajar yang dikelompokkan dalam Teori Behavioristik.
1.
Teori belajar
Koneksionisme (Edward Lee Thorndike).
Teori
Koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward Lee
Thorndike tahun 1874-1994, berdasarkan eksperimen yang dilakukan pada tahun
1890-an. Eksperimen Thorndike menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk
mengetahui fenomena belajar.Thorndike dilahirkan di Williamsburg, Massachusetts
pada tahun 1874.
A.
Dasar teori
Thorndike.
Untuk mencapai
program doctoral, Thorndike melakukan sebuah eksperimen terhadap binatang yakni
seekor kucing, Kucing tersebut di letakkan dengan keadaan kelaparan di dalam
sebuah sangkar yang dilengkapi peralatan, pengungkit, gerendel pintu, tali yang
menghubungkan dengan pengungkit dan gerendel. Serta diletakkan pula makanan di
depan pintu sangkar. Kucing tersebut berusaha mencari cara untuk mengeluarkan
dirinya guna mengambil makanan di depan pintu sangkar. Akhirnya setelah
memutari sangkar, ia menginjak tombol, dimana tombol itu membukakan pintu
sangkar. Kemudian si kucing bisa keluar dan mengambil makanan. Kucing tersebut
melakukannya berkali-kali setiap ia mau mengambil makanannya.
Berdasarkan
eksperimennya maka Thorndike memberikan kesimpulan bahwa belajar adalah
terjadinya hubungan antara stimulus dan respon.
B. Hukum-hukum
belajar Edward Lee Thorndike.
Thorndike
merumuskan hasil eksperimennya kedalam tiga hukum dasar (hukum primer) dan lima
hukum tambahan. Hukum dasar dari Thorndike adalah[4]
1.
Hukum kesiapan
(the low of readiness) dan rumusannya sebagai berikut:
a.
Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya,
maka diperlukan adanya kesiapan dari organisme untuk melakukan belajar. Apabila
individu sudah siap untuk melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut member atau mendatangkan kepuasan
Siap Manifest
(perilaku) Puas
b. Bila
seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi tidak dilaksanakan
tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kekecewaan baginya, sehingga
menyebabkan dilakukannya tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaannya.
Siap Tidak Manifest(bertindak) Kecewa.
c. Apabila
seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi ia harus atau
terpaksa melakukannya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan, sehingga dilakukan
tingkah laku lain untuk menghalangi tingkah laku tersebut.
Tidak siap Terpaksa Kecewa
d. Apabila
seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tidak dilakukannya
tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kepuasa.
Tidak siap Tidak bertindak Puas.
2. Hukum
Latihan (the law of exercise)
Hukum ini terbagi 2 yaitu:
a. Hukum
penggunaan.Prinsip hukum ini adalah hubungan hubungan antara stimulus respon
akan menjadi semakin kuat jika sering digunakan (adanya latihan terus-menerus).
b. Hukum
tidak ada penggunaan (the law of disuse). Prinsip hukum ini adalah hubungan
antara stimulus adan respon akan melemah jika tidak diikuti dengan pengulangan.
Berdasarkan dari
hukum exercise ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa prinsip utamanya adalah pengulangan. Apabila pelajaran sering
di ulang maka daya ingat kita/penguasaan kita makin kuat dan begitu pula
sebaliknya.
3. Hukum
Akibat.
Hukum ini
berbunyi “hubungan antara stimulus dan respon diperkuat apabila akibatnya
memuaskan dan akan lemah apabila akibatnya tidak memuaskan.
Contohnya: Apabila seorang siswa
menyontek dan di beri nilai A, maka siswa tersebut akan terus menyontek. Akan
tetapi apabila siswa tersebut diberi teguran dan tidak lulus, maka siswa itu
akan berhenti menyontek.
Hukum Tambahan dari Thorndike
adalah:
1. Multiple
Respons
2. Set
of Attitude (sikap)
3. Hukum
Partial Activity.
4. Respons
by Analogy.
5. Associative
Shifting.
C. Revisi
Hukum Belajar Thorndike.
Revisi-revisi pada teori Thorndike
diantaranya:
1. Hukum
Latihan di tinggalkan.
2. Hukum
Akibat direvisi.
3. Belonginginess
yang intinya syarat utama bagi terjadinya hubungan stimulus-respons bukannya
kedekatan tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut.
4. Spread
of effect, yang intinya dinyatakan akibat dari suatu perbuatan dapat menular.
D. Penerapan
Teori Thorndike dalam belajar.
Penerapan teori Thordike dalam
belajar antara lain: [5]
1. Thorndike
berpendapat bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tau apa
yang telah di ajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus
diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberikan hadiah atau
membenarkan yang salah.
2. Tujuan
pendidikan masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik.
3. Supaya
peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari
yang sederhana sampai yang kompleks.
4. Dalam
belajar motivasi tidak terlalu penting karena prilaku peserta didik terutama
ditentukan oleh external reward dan bukan intrinsic motivation.
5. Peserta
didik yang beljar baik, diberi hadiah.
6. Serta situasi belajar harus menyenangkandan
materi yang diberikan harus ada manfaatnya.
2.
Teori belajar
Kondisioning (Ivan Petrovich Pavlop).
Tokoh
Classical Conditioning adalah Pavlop, ia lahir pada tahun 1949 di kota Rayasan
Rusia. Ia merupakan ahli Psikologi dari Rusia, namun pada awalnya Pavlop adalah
seorang calon pendeta karena ayahnya adalah seorang pendeta dan menginginkan
Pavlop mengikuti jejaknya.Akan tetapi ia merasa tidak cocok dengan profesi
sebagai pendeta.
Istilah lain dari Classical
Conditioning adalah Pavlovianisme yang diambil dari nama Pavlop sebagai peletak
pertama dasar teori tersebut. Pavlop lebih tertarik mempelajari ilmu kedokteran
dan mengambil spesialisasi dalam bidang fisiologi. Pavlop pada tahun 1904 ia
memenangkan hadiah nobel atas penelitiannya tentang proses pencernaan. Pavlop
mengadakan penelitian tentang dampak pengeluaran getah lambung terhadap
mekanisme penggunaan makanan dan sekresi.
A. Dasar
Teori Classical Conditioning Pavlop.
Prosedur conditioning Pavlop disebut klasik, karena
merupakan penemuan bersejarah dalam bidang psikologi. Secara kebetulan
conditioning reflex ditemukan Pavlop pada waktu ia sedang mempelajari fungsi
perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari perut, ketika anjing sebagai
binatang percobaannya sedang makan. Iamengamati bahwa, air liur keluar tidak
hanya pada waktu anjing sedang makan, tetapi juga ketika melihat makanan. Jadi
melihat makanan saja sudah cukup untuk menimbulkan air liur. Gejala semacam ini
oleh pavlop disebut “psychic” reflex. [6]
Conditioning adalah
suatu bentuk belajar yang memungkinkan organism memberiken respon terhadap
suatu rangsangan yang sebelumnya tidak menimbulkan respon itu, atau suatu
proses untuk mengintroduksi berbegai reflek menjadi sebuah tingkah laku.
B. Prosedur
Eksperimen Pavlop.
Berikut ini uraian dari eksperimen
Pavlop: [7]
a. Anjing
yang telah dioperasi kelenjar ludahnya, untuk keperluan pengukuran sekresi
ludahnya, dibiarkan lapar terlebih dahulu, setelah itu bel dibunyikan selama 30
detik, makanan diberikan, maka terjadilah reflex pengeluaran air liur
b. Percobaan
diulang 3 kali dengan jarak waktu 15 menit.
c. Setelah
diulang sebanyak 32 kali, ternyata bunyi bel saja telah dapat menyebabkan
keluarnya air liur dan pengeluaran air liur bertambah deras kalau makanan
diberikan.
d. Berdasarkan
eksperimen tersebut maka, 1). Bel merupakan Conditional Stimulus, 2). Mkanan
merupakan Unconditionned Stimulus dan 3). Kelenjar air liur karena bel disebut
Conditional Response.
C. Pandangan
Pavlop dalam belajar.
Dalam proses
belajar, mencakup belajar yang sederhana dan yang kompleks. Belajar sederhana
merupakan dasar dari belajar yang kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa belajar
menurut teori Classical Conditioning Pavlov mengutamakan proses dari pada
hasil. Oleh karena itu, dalam proses belajar, teori Pavlov lebih mengutamakan
stimulus dari pada respon.
Pavlop berasumsi
bahwa, tindakan atau tingkah laku organisme disebabkan oleh rangsangan atau
stimulus yang diterimanya.Dengan kata lain, perilaku organism dikontrol oleh
stimulus. Atas dasar inilah teori Classical Conditioning Pavlov sering disebut
teori S-R tipe S.[8]
D. Aplikasi
teori Pavlop dalam pendidikan.
Salah satu
contoh penerapan teori classical conditioning dalam dunia pendidikan adalah
seperti lonceng berbunyi yang menandakan dimulai atau pelajaran berakhir,
pertanyaan oleh guru yang menandakan siswa dapat menjawabnya.Semua kondisi
tersebut diciptakan untuk memanggil respon atau tanggapan.
3.
Teori Operant
Conditioning (Burrhus Frederic Skinner)
A. Sekilas
tentang Skinner.
Teori ini
dikemukakan oleh Skinner yang lahir di Susquehana pada tahun 1904, mencapai
gelar Master dan Ph.D diperoleh dari universitas Hardvard. Skinner mengajar Psikologi di universitas
Minnesota antara tahun 1936 dan 1945.Tahun 1938 menulis buku “The Behavior of
Organisme”. Pada tahun 1945 Skinner ke Universitas Indiana sebagai pimpinan
Departemen Psikologi dan pada tahun 1948 ia kembali ke Hardvard. Ia
mengembangkan laboratorium untuk menyusun buku dan mengajar. Tahun 1954
mengarang buku pengetahuan belajar dan seni mengajar dan tahun 1958 mengarang
buku teaching machines.
Skinner dalam
mengembangkan teorinya dipengaruhi oleh
Pavlov dan Thorndike, lebih-lebih hukum efek dari Thorndike. Peendekatan
Skinner adalah operant conditioning, yang merupakan penerusan dan perluasan
secara akurat dari hukum Thorndike.Minat utamanya ditujukan pada perilaku
organism yang terkontrol oleh efeknya terhadap lingkungan.Beliau berpendapat
bahwa ilmu yang benar tentang perilaku manusia harus didasarkan pada fakta
empiris yang kuat.
B. Dasar
teori Skinner.
Skinner
menganggap reward dan reinforcement sebagai factor terpenting dalam proses
belajar.[9]Skinner
berpendapat bahwa tujuan Psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku.
Skinner sama seperti Thorndike berkesimpulan bahwa pengaruh dari reinforcement
dan hukuman tidak simetris. Reinforcement dapat merubah kemungkinan munculnya
respon, sedangkan hukuman tidak.
Skinner membagi
dua jenis respon dalam proses belajar yakni:[10]
1. Respondent
yakni respon yang terjadi karena stimulus khusus, misalnya Pavlov.
2. Operants
yakni respon yang terjadi karena situasi random.
Namun dalam kenyataannya, respondent respon sangat
terbatas adanya pada manusia, dan karena adanya hubungan yang pasti antara
stimulus dan respon, kemungkinan untuk memodifikasinya adalah kecil.Sebaliknya
operant response merupakan begian terbesar daripada tingkah laku manusia dan
kemungkinan untuk memodifikasinya, boleh dikatakan tak terbatas. Berdasrkan
dengan kedua tingkah laku di atas, skinner membagi dua macam conditioning dalam
belajar yaitu:
1. Responden
conditioning atau tipe-S
Disebut juga dengan conditioning
tipe-S karena menitik beratkan pada stimulus untuk mendapatkan atau memunculkan
respon yang diinginkan. Conditioning tipe S ini sama dengan conditioning klasik
dari Pavlov.
2. Operant
conditioning atau tipe-R
Disebut juga dengan conditioning
tipe-R karena menitik beratkan pada pentingnya respon tanpa adanya stimulus
yang menarik. Tingkah laku (respon)
dikontrol oleh efeknya atau pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan.
C. Eksperimen
Skinner.
Skinner terkenal dengan alat eksperimennya yaitu
sebuah kotak kecil yang memiliki sebuah pedal yang dapat degerakkan yang
dikenal dengan nama Skinner Box, terdiri dari ruangan yang didalamnya terdapat
tombol, tempat makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang
terdiri dari jeruji besi, yang dapat dialiri listrik. Tempat makanan dan
minuman diatur, bila tombol tertekan, makanan dapat jatuh ditempat
makanan.Tikus lapar dimasukkan ke dalam box.Tikus tersebut beroperasi,
melakukan gerakan-gerakan.Diamati dalam waktu tertentu beberapa kali tikus itu
menyentuh tombol.Dan ini dijadikan sebagai dasar atau patokan, sebagai garis
dasar atau level operant.Pada saat itu belum jatuh makanan.Setelah diperoleh
base line atau level, operant eksperiment dimulai.Dan pada saat tikus jatuh
dari makanan, alat difungsikan.[11]
D. Perbandingan
antara teori skinner dengan Thorndike.
Adapun perbandingannya antara kedua
teori tersebut antara lain:
1. Keduanya
mendasarkan teorinya pada hubungan S-R (Stimulus-Respon).
2. Keduanya
menekankan pentingnya motivasi ekstrinsik dalam belajar, meskipun istilah yang
dipakai berbeda. Thoendike menggunakan istilah reward sedangkan Skinner
menggunakan istilah reinforcemen.
3. Keduanya
memandang bahwa instrumental conditioning sebagai alat pengubah tingkah laku
(instrumental conditioning istilah dari Thorndika mirip dengan operant
conditioning dari Skinner).
4. Skinner
dan Thorndike kurang menghargai pembawaan dalam proses belajar, maupun ia
mengakui. Kecerdasan menurut mereka, kuantitas hubungan stimulus-respon.
5. Skinner
dan Thorndike, berpendapat bahwa belajar merupakan proses trial dan error.
Maupun ada unsure baru yang dikemukakan oleh Skinner, yaitu pengetahuan hasil
belajar.
6. Dalam
beberapa hal, Skinner lebih maju dan luas daripada Thorndike, dalam hal reward
dan punishmen. Skinner mengadakan schedule of reinforcemen. Dan juga pada
shaping (memberi arah, agar subyek menuju tujuan) dan ini merupkan dasar
penyusunan program learning.
7. Thorndike
salah satu orang yang menyusun tes obyektif yang berbentuk multiple choice. Dan
ia merintis penggunaan metode kuantitatif dalam dunia pendidikan.
8. Skinner
dengan hasil-hasil penelitiannya menunjukkan bahwa makin cepat reinforcement
diberikan, maka akan mendorong semangat belajar. Dengan mesin belajar,
kecepatan belajar yang berbeda-beda dapat dikembangkan. Dengan individualisasi
dalam belajar, akan terjadi mastery learning. Belajar untuk menguasai bahan
secara tuntas menurut kecepatannya masing-masing, baru meneruskan belajar
selanjutnya.[12]
E. Aplikasi
teori Skinner dalam pendidikan.
Skinner
mengakui bahwa aplikasi dari teori operan adalah terbatas, tetapi merasa bahwa
ada implikasi praktis bagi pendidikan. Skinner mengemukakan bahwa control yang
positif (menyenangkan) mengandung sikap yang menguntungkanterhadap pendidikan dan
lebih efektif bila digunakan.
Dengan
stimulus yang deskriptif, respond an reinforcement ia mengemukakan peranan
utama dari pendidik adalah menciptakan agar hanya tingkah laku yang diinginkan
saja yang diberi penguatan. Stimulus deskriptifdigunakan untuk memaksimalkan
terjadinyatingkah laku yang diinginkan.Skinner menganjurkan untuk melakukan
analisis langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam situasi
praktis untuk mengenal tingkah yang pantas dan tidak pantas secara tepat.
Sedangkan
menurut Skinner mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat
proses belajar. Dengan demikian tugas guru harus menjadi arsitek dalam
membentuk tingkah laku siswa, melalui penguatan sehingga dapat membentuk respon
yang tepat dikalangan para siswa.
Focus
nyata dalam pengajaran adalah pemberian penguatan yang konsisten, segera dan
positif bagi tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pengajaran yang
diinginkan. Pengajaran yang berprogram adalah salah satu model yang diajukan
oleh Skinner berdasarkan teori belajarnya. Ada beberapa pengajaran yang dapat
digunakan berdasarkan aliran ini yakni:[13]
1. Perlu
adanya tujuan yang jelas dalam pengertian tingkah laku apa yang diharapkan
dicapai oleh para sisiwa. Tujuan diatur sedemikian rupa secara bertahap, dari
yang sederhana menuju yang kompleks.
2. Hasil
belajar harus segera diberitahukan jangan ditund. Harus segera diberi feed
back, jika salah dibetulkan jika betul diberi reinforcemen.
3. Proses
belajar hendaknya mengikuti irama dari yang belajar.
4. Bahan
pengajaran terprogram secara linear, yaitu system modul.
5. Tes
hendaknya lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6. Dalam
proses belajar mengajar dipentingkan aktivitas sendiri.
7. Tidak
menggunakan hukuman dalam pendidikan.
8. Dalam
pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar
tidak menghukum.
9. Tingkah
laku yang tidak diinginkan, bila di buat anak, dibiarkan tidak diperhatikan,
tetapi tingkah laku yang diinginkan diberi reward.
10. Hadiah
diberikan bila diperlukan.
11. Sangat
mementingkan shaping yaitu pengarahan agar mencapai tujuan.
12. Mementingkan
kebutuhan yang menimbulkan tingkah laku yang operan.
13. Dalam
belajar mengajar menggunakan teaching machine.
14. Melaksanakan
mastery leaning yaitu anak mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya
masing-masing,karena tiap-tiap anak berbeda-beda irama belajarnya. Akibatnya
murid naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
15. Program
belajar remedial bagi siswa yang memerlukan harus diberikan agar mencapai
prinsip belajar tuntas.[14]
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Teori Behavioristik disebut dengan
“Contemporary behaviorists” atau biasa juga disebut “S-R psychologists”, bahwa
tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) dan penguatan
(reinforcement) dari lingkungan.
Teori Behavioristik memiliki 7 ciri tersendiri
antara lain:
1.
Mementingkan
factor lingkungan.
2.
Mementingkan
bagian-bagian (elemen).
3.
Mengutamakan
mekanisme peranan reaksi.
4.
Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5.
Mementingkan
sebab-sebab di waktu yang lalu.
6.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
7.
Dalam memecahkan
masalah ciri khasnya adalah “trial and error”.
Serta memiliki 3 macam prinsip
yakni Obyek Psikologi adalah tingkah laku, semua bentuk-bentuk tingkah laku
dikembalikan pada refleks-refleks, dan Behaviorisme tidak mengakui adanya
potensi bawaan. Yang termasuk dalam teori Behavioristik adalah teori
Koneksionisme, teori Classical conditioning, serta teori Operant Conditioning.
3.2 SARAN
Demikianlah
yang dapat kami sajikan materi Teori Belajar Behaviorisme dalam makalah ini,
Kami sangat berharap pembelajaran Psikologi Pendidikan ini akan senantiasa
berlanjut dengan mencari buku-buku pedoman lainnya hingga tercapainya tujuan
dari pembelajaran perkuliahan ini, dan berakhir memberikan manfaat untuk kehidupan
kita, banyak sekali kekurangan dari makalah kami, kami memohon keridhoan
teman-teman atau pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang membangun
demi perbaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan.Jakarta
: PT. Rineka Cipta
Islamuddin, Haryu. 2011. Psikologi Pendidikan. Jember :
STAIN Jember Press.
Rumini. 1995. Psikologi
Pendidikan.Yogyakarta : UPP UNY.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi
Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Dalyono, Psikologi
Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 30
[2] Rumini, Psikologi
Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1993.
[3] Haryu
Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011. Hlm.
62
[4] Haryu
Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011, hlm.
65
[5] Rumini, Psikologi
Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1993.
[6] Rumini, Psikologi Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta,
1993.
[7] Soemadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hlm. 264
[8] Haryu
Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011, hlm.
76-77
[9] Dalyono, Psikologi
Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 32
[10]Dalyono, Psikologi
Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 33
[11]Haryu Islamuddin, Psikologi
Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011, hlm.84
[12]Rumini,
Psikologi Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1995
[13]Haryu
Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011, hlm.88-90
[14]Rumini,
Psikologi Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1995.